http://www.eramuslim.com
Publikasi: 29/06/2005 10:25 WIB
eramuslim - Ada satu masa di mana anak suka mengatakan dan melakukan hal
yang berlawanan dengan keinginan orangtua. Bagaimana kita menyikapinya
secara bijaksana agar anak tidak menjadi terbiasa membantah?
Raihan, 4 tahun, kini suka sekali membantah orangtuanya. Bila diingatkan
untuk mandi, ia malah minta bermain. Bila ia diminta untuk makan, ia
malah menggambar. Bahkan Raihan suka sekali mengatakan 'tidak' terhadap
ayah dan ibunya jika dimintai tolong untuk melakukan sesuatu.
Misalnya, ketika berkunjung ke rumah nenek, ibunya meminta Raihan untuk
menyalami nenek dan kakeknya, tapi Raihan malah ngeloyor ke dapur sambil
berkata, "Nggak mau, nggak mau..." Tentu saja ini membuat ayah dan
ibunya bingung dengan tingkah laku Raihan.
Evi Elviati, Psi. Psikolog yang bekerja pada Essa Consulting Group
mengatakan, membantah berarti menentang lingkungan sosial. Beberapa
bentuk bantahan adalah mengatakan hal yang berlawanan dengan keinginan
orangtua atau guru, tidak mengikuti aturan, mengerjakan larangan,
melawan, protes dan mengkritik. Setiap anak pernah membantah dan menolak
aturan orangtua. Bila membantah tidak terlalu sering dilakukan, itu
merupakan hal yang wajar karena menunjukkan adanya perkembangan
kemandirian atau berkeinginan mengatur dirinya sendiri. Tapi, bila anak
sering membantah dan tetap membantah jika diingatkan, maka orangtua
harus mewaspadainya sebagai salah satu permasalahan dalam perkembangan
anak.
Umumnya hal itu mulai terjadi sejak anak berusia 2 tahun, sebab pada
saat itu anak mulai berusaha menerapkan otonomi bagi dirinya. Dengan
berbagai macam cara, anak ingin mencoba batasan dan otoritas
orangtuanya, sementara orangtua lebih memilih untuk bertahan. Pergumulan
ini akan berlangsung hingga anak menginjak usia remaja. Menghadapi
bantahan anak, orangtua sebenarnya dapat melihatnya dari sisi positif,
yaitu dengan memberikan respon yang benar dari tindakan yang terkesan
negatif dan keras kepala.
Menghadapi situasi ini, orangtua cenderung menggunakan kekuasaanya
secara penuh dan berlebihan, hal ini akan membuat anak tidak berdaya.
Akibatnya anak akan menentang atau lari, untuk memperoleh kekuasaannya
dengan cara memberontak dan merusak. Sebaliknya, ia bisa jadi akan
menyerah dengan membiarkan orang lain membuat keputusan. Mengapa anak
suka membantah?
Menurut Evi banyak penyebabnya antara lain:
- Anak melihat contoh dari lingkungan sekitarnya. Misalnya ia melihat kakaknya sering membantah orangtua.
- Anak selalu diminta untuk melakukan hal-hal diluar kemampuannya, misalnya anak disuruh mengambil buku di atas rak, padahal anak tidak mampu melakukannya, hal itu mengakibatkan anak membantah perintah orang tua.
- Anak memiliki keinginan yang berbeda dengan orangtua, misalnya orangtua menyuruhnya mandi padahal anak masih ingin bermain.
Menurut Irwan Prayitno dalam bukunya yang berjudul 'anakku penyejuk
hati'. Yang menyebabkan anak membantah adalah:
- Akibat penerapan disiplin yang longgar dan ketidakmampuan orangtua
untuk mengatakan 'tidak' pada anak.
- Disiplin yang berlebihan, otoriter, perfeksionis dan terlalu
mendominasi.
- Akibat disiplin yang tidak konsisten. Misalnya, ibu akan mengingatkan bila anak tidak gosok gigi sebelum tidur, namun ayah membiarkannya saja.
- Akibat situasi stress atau konflik yang sedang dihadapi orangtua.
- Terjadi pada anak kreatif, yang tidak ingin membeo dan hanya ingin
melakukan apa yang ia inginkan.
- Akibat marah dan kecewa pada orangtua atau anggota keluarga.
- Terjadi pada anak cerdas dan biasanya suka membantah, namun mereka
tahu konsekuensi dari tingkah lakunya.
- Anak yang lelah, sakit, lapar, atau perasaan tidak enak lainnya.
Evi menambahkan, perilaku membantah bisa muncul di semua jenjang usia,
biasanya mulai muncul pada saat anak mampu merangkai kata-kata yaitu
sekitar 2 tahun. Dan mulai sering ketika anak usia pra sekolah, SD
hingga menjelang pra remaja. Kapanpun anak suka membantah, yang penting
bagaimana mencegahnya, agar tidak menjadi kebiasaan.
"Sayangnya, dalam menangani masalah ini orangtua cenderung mencari jalan
singkat dengan memarahi anak. Padahal itu justru akan membuat anak
mempertahankan perilakunya," jelasnya.
Evi mengungkapkan cara terbaik untuk mengatasinya, pertama dengan
membuka komunikasi dengan anak, untuk mengetahui penyebab dan alasan
mengapa anak mempertahankan pendapatnya, sehingga orangtua dapat
menemukan jalan keluarnya bersama-sama. Misalnya, anak menolak pekerjaan
rumah di sore hari. setelah dilakukan dialog, ternyata anak ingin
mengerjakannya setelah nonton film Loone Tunes. Dengan begitu orangtua
dapat mengaturnya, tanpa harus perang mulut dengan anak.
Kedua, menerapkan disiplin yang konsisten, menyenangkan dan terbuka.
Artinya selain anak yang diminta untuk mentaati aturan, orangtua pun
harus konsisten dengan aturan yang ditetapkan bersama. Orangtua harus
membuka diri terhadap masukan yang diberikan oleh anak.
Ketiga, ciptakan suasa yang menyenangkan dalam keluarga, karena stress
dan konflik yang terjadi pada orangtua, akan mengurangi penghargaan anak
pada orangtua, antara lain munculnya perilaku yang negatif. Sekali lagi
proses pembenahan itu berawal dari kita sebagai orang tua.
Tulisan ini diambil dari Majalah Ummi No.9/XV Pebruari-Maret 2004/1424 H
Milis Sabili
Dikirim oleh: Ummu Ja'far
Kamis, 30 Jun 2005
Cetak Artikel
|