http://www.alsofwah.or.id/?pilih=lihatannur&id=318
Qalbu yang sehat memiliki beberapa tanda, sebagaimana yang disebutkan oleh al-Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyah di dalam kitab Ighatsatul Lahfan min Mashayid asy-Syaithan. Dan di antara tanda-tanda tersebut adalah mampu memilih segala sesuatu yang bermanfaat dan memberikan kesembuhan. Dia tidak memilih hal-hal yang berbahaya serta menjadikan sakitnya qalbu. Sedangkan tanda qalbu yang sakit adalah sebaliknya. Santapan qalbu yang paling bermanfaat adalah keimanan dan obat yang paling manjur adalah al-Qur'an. Selain itu, qalbu yang sehat memiliki karakteristik sebagai berikut:
- Mengembara ke Akhirat
Qalbu yang sehat mengembara dari dunia menuju ke akhirat dan seakan-akan
telah sampai di sana. Sehingga dia merasa seperti telah menjadi penghuni
akhirat dan putra-putra akhirat. Dia datang dan berada di dunia ini
seakan-akan sebagai orang asing, yang mengambil sekedar keperluannya, lalu akan segera kembali lagi ke negeri asalnya. Nabi shallallhu 'alaihi
wasallam bersabda, "Jadilah engkau di dunia ini seperti orang asing atau (musafir) yang
melewati suatu jalan." (HR. al-Bukhari)
Ketika qalbu seseorang sehat, maka dia akan mengembara menuju akhirat dan terus mendekat ke arahnya, sehingga seakan-akan dia telah menjadi
penghuninya. Sedangkan bila qalbu tersebut sakit, maka dia terlena
mementingkan dunia dan menganggapnya sebagai negeri abadi, sehingga jadilah dia ahli dan hambanya.
- Mendorong Menuju Allah subhanahu wata'ala
Di antara tanda lain sehatnya qalbu adalah selalu mendorong si empunya
untuk kembali kepada Allah subhanahu wata'ala dan tunduk kepada-Nya. Dia
bergantung hanya kepada Allah, mencintai-Nya sebagaimana seseorang
mencintai kekasihnya. Tidak ada kehidupan, kebahagiaan, kenikmatan,
kesenangan kecuali hanya dengan ridha Allah, kedekatan dan rasa jinak
terhadap-Nya. Merasa tenang dan tentram dengan Allah, berlindung
kepada-Nya, bahagia bersama-Nya, bertawakkal hanya kepada-Nya, yakin,
berharap dan takut kepada Allah semata.
Maka qalbu tersebut akan selalu mengajak dan mendorong pemiliknya untuk
menemukan ketenangan dan ketentraman bersama Ilah sembahan nya. Sehingga
tatkala itulah ruh benar-benar merasakan kehidupan, kenikmatan dan
menjadikan hidup lain daripada yang lain, bukan kehidupan yang penuh
kelalaian dan berpaling dari tujuan penciptaan manusia. Untuk tujuan
menghamba kepada Allah subhanahu wata'ala inilah surga dan neraka
diciptakan, para rasul diutus dan kitab-kitab diturunkan.
Abul Husain al-Warraq berkata, "Hidupnya qalbu adalah dengan mengingat Dzat Yang Maha Hidup dan Tak Pernah Mati, dan kehidupan yang nikmat adalah kehidupan bersama Allah, bukan selain-Nya."
Oleh karena itu terputusnya seseorang dari Allah subhanahu wata'ala lebih dahsyat bagi orang-orang arif yang mengenal Allah daripada kematian, karena terputus dari Allah adalah terputus dari al-Haq, sedang kematian adalah terputus dari sesama manusia.
- Tidak Bosan Berdzikir
Di antara sebagian tanda sehatnya qalbu adalah tidak pernah bosan untuk
berdzikir mengingat Allah subhanahu wata'ala. Tidak pernah merasa jemu
untuk mengabdi kepada-Nya, tidak terlena dan asyik dengan selain-Nya,
kecuali kepada orang yang menunjukkan ke jalan-Nya, orang yang mengingatkan dia kepada Allah subhanahu wata'ala atau saling mengingatkan dalam kerangka berdzikir kepada-Nya.
- Menyesal jika Luput dari Berdzikir
Qalbu yang sehat di antara tandanya adalah, jika luput dan ketinggalan dari dzikir dan wirid, maka dia sangat menyesal, merasa sedih dan sakit melebihi sedihnya seorang bakhil yang kehilangan hartanya.
- Rindu Beribadah
Qalbu yang sehat selalu rindu untuk menghamba dan mengabdi kepada Allah
subhanahu wata'ala, sebagaimana rindunya seorang yang kelaparan terhadap
makanan dan minuman.
- Khusyu' dalam Shalat
Qalbu yang sehat adalah jika dia sedang melakukan shalat, maka dia
tinggalkan segala keinginan dan sesuatu yang bersifat keduniaan. Sangat
memperhatikan masalah shalat dan bersegera melakukannya, serta mendapati
ketenangan dan kenikmatan di dalam shalat tersebut. Baginya shalat
merupakan kebahagiaan dan penyejuk hati dan jiwa.
- Kemauannya Hanya kepada Allah
Qalbu yang sehat hanya satu kemauannya, yaitu kepada segala sesuatu yang
diridhai Allah subhanahu wata'ala.
- Menjaga Waktu
Di antara tanda sehatnya qalbu adalah merasa kikir (sayang) jika waktunya hilang dengan percuma, melebihi kikirnya seorang yang pelit terhadap hartanya.
- Introspeksi dan Memperbaiki Diri
Qalbu yang sehat senantiasa menaruh perhatian yang besar untuk terus
memperbaiki amal, melebihi perhatian terhadap amal itu sendiri. Dia terus bersemangat untuk meningkatkan keikhlasan dalam beramal, mengharap
nasihat, mutaba'ah (mengontrol) dan ihsan (seakan-akan melihat Allah
subhanahu wata'ala dalam beribadah, atau selalu merasa dilihat Allah).
Bersamaan dengan itu dia selalu memperhatikan pemberian dan nikmat dari
Allah subhanahu wata'ala serta kekurangan dirinya di dalam memenuhi
hak-hak-Nya.
Demikian di antara beberapa fenomena dan karakteristik yang mengindikasikan sehatnya qalbu seseorang.
Dapat disimpulkan bahwa qalbu yang sehat dan selamat adalah qalbu yang
himmah (kemauannya) kepada sesuatu yang menuju Allah subhanahu wata'ala,
mencintai-Nya dengan sepenuhnya, menjadikan-Nya sebagai tujuan. Jiwa
raganya untuk Allah, amalan, tidur, bangun dan bicaranya hanyalah
untuk-Nya. Dan ucapan tentang segala yang diridhai Allah lebih dia sukai
daripada segenap pembicaran yang lain, pikirannya selalu tertuju kepada apa saja yang diridhai dan dicintai-Nya.
Berkhalwah (menyendiri) untuk mengingat Allah subhanahu wata'ala lebih dia sukai daripada bergaul dengan orang, kecuali dalam pergaulan yang dicintai dan diridhai-Nya. Kebahagiaan dan ketenangannya adalah bersama Allah, dan ketika dia mendapati dirinya berpaling kepada selain Allah, maka dia segera mengingat firman-Nya, "Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Rabbmu dengan hati yang puas lagi diridhoi-Nya." (QS. 89:27-28)
Dia selalu mengulang-ulang ayat tersebut, dengan harapan dia akan
mendengarkannya nanti pada hari Kiamat dari Rabbnya. Maka akhirnya qalbu
tersebut di hadapan Ilah dan Sesembahannya yang Haq akan terwarnai dengan sibghah (celupan) sifat kehambaan. Sehingga jadilah abdi sejati sebagai sifat dan karakternya, ibadah menjadi kenikmatannya bukan beban yang memberatkan. Dia melakukan ibadah dengan rasa suka, cinta dan kedekatan kepada Rabbnya.
Ketika disodorkan kepadanya perintah atau larangan dari Rabbnya, maka
hatinya mengatakan, "Aku penuhi panggilan-Mu, aku penuhi dengan suka cita, sesungguhnya aku mendengarkan, taat dan akan melakukannya. Engkau berhak dan layak mendapatkan semua itu, dan segala puji kembali hanya kepada-Mu."
Apabila ada takdir menimpanya maka dia mengatakan, "Ya Allah, aku adalah
hamba-Mu, miskin dan membutuhkan-Mu, aku hamba-Mu yang fakir, lemah tak
berdaya. Engkau adalah Rabbku yang Maha Mulia dan Maha Penyayang. Aku tak mampu untuk bersabar jika Engkau tidak menolongku untuk bersabar, tidak ada kekuatan bagiku jika Engkau tidak menanggungku dan memberiku kekuatan. Tidak ada tempat bersandar bagiku kecuali hanya kepada-Mu, tidak ada yang dapat memberikan pertolongan kepadaku kecuali hanya Engkau. Tidak ada tempat berpaling bagiku dari pintu-Mu, dan tidak ada tempat untuk berlari dari-Mu."
Dia mempersembahkan segalanya hanya untuk Allah subhanahu wata'ala, dan
dia hanya bersandar kepada-Nya. Apabila menimpanya sesuatu yang tidak dia sukai maka dia berkata, "Rahmat telah dihadiahkan untukku, obat yang sangat bermanfaat dari Dzat Pemberi Kesembuhan yang mengasihiku." Jika dia kehilangan sesuatu yang dia sukai, maka dia berkata, "Telah disingkirkan keburukan dari sisiku."
Semoga Allah subhanahu wata'ala memperbaiki qalbu kita semua, dan
menjaganya dari penyakit-penyakit yang merusak dan membinasakan, Amin.
Sumber: Mawaridul Aman al Muntaqa min Ighatsatil Lahfan fi Mashayid
asy-Syaithan, penyusun Syaikh Ali bin Hasan bin Ali al-Halabi.
Milis Sabili
Dikirim oleh: Erwin Maila
Kamis, 10 Maret 2005
Cetak Artikel
|