http://www.eramuslim.com
Publikasi: 26/05/2005 09:36 WIB
eramuslim - Pernahkah mendapati tiba-tiba saja anak anda menjadi begitu
rewel? Ia menangis, merengek, merajuk tak bisa dihentikan sampai membuat
anda begitu lelah menghadapinya. Di tengah kesibukan si ibu yang tak
kalah repotnya mengurusi pekerjaan rumah, tangisan serta tingkah anak
yang demikian tentunya akan menambah berat tugasnya.
Kadang di tengah kelelahan itu, kita tak lagi sempat mengontrol emosi
dan meningkatkan volume kesabaran untuk menghadapi si buah hati. Belum
lagi pikiran yang suntuk harus menyelesaikan permasalahan yang tengah
dihadapi; masalah uang belanja, tagihan listrik, tagihan telepon, iuran
bulanan lingkungan rumah, dan sebagainya, tentunya akan menambah penat
yang teramat sangat. Apakah yang akan dilakukan ibu bila berada dalam
kondisi demikian? Tak mengacuhkan si anak, tentunya tak juga akan
menghentikan rengekannya. Menghardik serta memarahinya, akan membuat
tangisannya bertambah keras. Membungkam mulutnya dengan cubitan dan
pukulan? Na'udzubillahi min dzaalik. Semoga itu tidak termasuk ke dalam
'pilihan tindakan' yang akan kita lakukan.
Kenyataannya, tak sedikit anak-anak harus menjadi 'korban' dari
kekerasan yang dilakukan oleh orang tua, baik disengaja maupun tidak.
Awalnya memang hanya cubitan kecil dan pukulan ringan, gemas karena si
kecil tak mau menurut. Namun ketika emosi sedang tak terkendali, dan
tindakan tersebut telah menjadi kebiasaan, bisa-bisa tak sekadar cubitan
dan pukulan ringan yang dilakukan. Entah apapun alasannya, melakukan
kekerasan dalam bentuk apapun terhadap anak bukanlah pola mendidik yang
patut dilakukan.
Seorang anak akan mempelajari dan merekam dengan cepat apapun peristiwa
yang ia alami. Bila kekerasan yang selalu ditampilkan oleh orang tua di
rumah, maka itu pula yang akan paling diingat olehnya, dan bisa jadi itu
pula yang akan ia lakukan terhadap orang lain kelak. Masa kecil adalah
masa emas yang akan menjadi memori sepanjang masa bagi seorang anak. Tak
jarang tingkah polah seseorang ketika dewasa adalah akibat apa yang ia
alami sepanjang masa kecilnya.
Seringkali kita tak menyadari, bahwa 'tingkah' yang anak perbuat di
depan orang tua maupun di depan orang banyak, biasanya adalah usahanya
untuk menarik perhatian si ibu atau ayah. Mungkin saja ia merasa bahwa
kedua orang tuanya begitu sibuk seharian, sehingga perhatian dan belai
sayang yang ia butuhkan tak terpenuhi. Bagi anak, belaian sayang, waktu
untuk bercakap-cakap, bercanda dan bermain, adalah jauh lebih berharga
dibandingkan dengan berapapun uang yang disisihkan untuknya. Menyalurkan
emosi dan cinta pada anak, tak akan pernah bisa dibandingkan dengan
berapapun jumlah materi yang dilimpahkan untuknya. Disamping memanjakan
anak dengan materi tak selalu baik dan bukanlah pola pendidikan yang
tepat baginya.
Sebagai contoh, saya memiliki seorang sepupu yang masih berumur empat
tahun. Belakangan ini, ia menjadi begitu 'nakal' dan bertingkah yang
merepotkan ibunya, terutama ketika ada orang yang berkunjung ke
rumahnya. Padahal, ketika ia menginap atau bermain siang sampai sore
hari di rumah saya, ia tak pernah sekalipun merepotkan kami. Malah ia
menjadi sangat penurut dan tak pernah bertingkah macam-macam. Namun
ketika ibu atau ayahnya datang menjemput, atau kami sedang bersama-sama
orang tuanya di suatu tempat, perilakunya berubah. Hal ini terus terjadi
berulang-ulang.
Suatu ketika, si kecil ini mendatangi ibunya yang sedang asyik mengobrol
dengan ibu saya di meja makan. Ia menarik-narik tangan ibunya untuk ikut
dengannya melihat sebuah tayangan yang sedang ia saksikan di televisi.
Ibunya tak mau beranjak dan terus asyik mengobrol. Tak berapa lama, ia
pun berteriak-teriak, melempar barang yang sedang ia genggam, dan
memukuli ibunya. Bisa ditebak, si ibu pun menjadi marah dan
menghardiknya. Hal ini sudah sangat biasa saya saksikan. Kejadian yang
berulang, dan selalu bisa ditebak akhirnya. Padahal permintaan si anak
begitu sederhana, ia hanya ingin ibunya ikut menyaksikan apa yang sedang
ia tonton dan sedikit mengomentari. Hal kecil, namun ternyata begitu
sulit dilakukan.
Kadang kita tak menyadari, bahwa ketika kita tidak menaruh perhatian
pada apa yang dilakukan anak, ia mungkin akan menganggapnya sebagai hal
yang besar. Walaupun bentuk perhatian itu sepele dan sangat mudah
dilakukan, ternyata cukup banyak yang merasa kesulitan menjalankannya.
Berbagai alasan mendasari perilaku orang tua yang 'tidak memedulikan'
anak, di antaranya adalah kesibukan. Orang tua yang bijak tentu dapat
memberikan pengertian pada anak, bahwa saat itu ayah atau ibu sedang
mengerjakan sesuatu, sehingga anak pun akan belajar 'berempati' pada
orang tua. Ini adalah salah satu strategi untuk mendidik anak agar tidak
manja dan dapat belajar memahami kondisi orang lain. Seperti halnya
menghadapi anak yang gemar meminta dibelikan mainan. Mungkin bila tak
mau repot, kita bisa saja mengeluarkan uang dan langsung membelikannya.
Namun hal tersebut tentu tak baik bagi perkembangan anak.
Dalam psikologi perkembangan anak, dikenal sebuah kondisi yang dinamakan
Temper Tantrum atau luapan emosi yang meledak-ledak atau tidak
terkontrol. Berbagai macam faktor yang menyebabkannya, di antaranya
adalah karena tidak terpenuhinya kebutuhan anak, terhalangnya keinginan
anak dalam mendapatkan sesuatu, pola asuh orang tua, ketidakmampuan anak
untuk mengungkapkan sesuatu, dan sebagainya. Orang tua seringkali
'terjebak' dalam beberapa kondisi, dan kemudian mengikuti dan
'memenangkan' tantrum anak. Sehingga kemudian anak bisa tumbuh menjadi
anak yang manja dan selalu menuntut agar semua keinginannya dipenuhi.
Atau orang tua menyikapi perilaku tantrum tersebut dengan 'berlebihan'
hingga berakibat tindakan kekerasan yang dilakukan demi menenangkan atau
membungkam rengekan anak. Padahal, tantrum itu sendiri adalah kondisi
yang normal terjadi, dan bisa dicegah atau diatasi. Masalahnya sekarang
adalah minimnya pengetahuan dan kepedulian dari orang tua dalam hal pola
asuh dan pendidikan bagi perkembangan anak.
Bisa jadi, perilaku tantrum tersebut pun tercipta oleh sebab kebiasaan
orang tua yang sering tak mengacuhkan si anak, sehingga ia menjadi rewel
sebab kebutuhannya tak dipenuhi. Bukan hanya si anak yang kemudian
menjadi rewel, orang tua pun akan ikut 'stres' bila tantrum sedang
terjadi. Hal ini akan menjadi kebiasaan yang akan terjadi berulang kali,
sebab 'lalainya' kita dalam memperhatikan perkembangan anak, serta tak
jeli memilah penyikapan yang tepat atas segala tingkah polahnya.
Maka, sediakanlah waktu kapan saja bila anak membutuhkan. Hingga tak
lagi ia capai merengek hingga menangis meraung-raung demi meminta
perhatian dari kedua orang tuanya.
DH Devita
dh_devita at yahoo dot com
Milis Sabili
Dikirim oleh: Ummu Ja'far
Kamis, 26 Mei 2005
Cetak Artikel
|