Kaligrafi Nama AllahLogo Situs Keluarga ilma95
Home
 ~  Home
 | 
Pedoman Shalat
Pedoman Shalat
 | 
Ilmu Tajwid
Ilmu Tajwid
 | 
Pojok Anak
Pojok Anak
 | 
Kumpulan Artikel
Artikel
 | 
Lagu Rancak Ranah Minang
Lagu Rancak
Ranah Minang
 | 
Cerdas Cermat Islami
Cerdas Cermat Islami
 | 
Edukasi
Edukasi
 ~ 
 




Jika jiwa seseorang besar
Beratlah raga membawa beban
Atau sebagaimana dikatakan oleh yang lain
Setiap raga akan dicoba
Sesuai semangat yang dikandungnya

Isilah malammu dengan ibadah
Meski bintang telah condong
Cegahlah tidurmu
Baik ketika engkau mengantuk ataupun terjaga
Jika ia mengeluh maka janjikan kepada jiwamu sinar pagi
Dan senandungkan kepadanya nyanyian merdunya

Beberapa hari yang lalu, saya diajak oleh seorang teman untuk i’tikaf (mabit) di masjid yang tak begitu jauh dari rumah saya. Pada mulanya saya berniat tidak akan datang karena pemberitahuannya mendadak, satu jam sebelum acara dimulai. Saya pikir, saya harus mempersiapkan kondisi fisik dan ruhani saya. Karena biasanya acara seperti itu diisi dengan banyak kegiatan hingga tengah malam dan waktu untuk beristirahat pun sangat pendek. Sementara saya sendiri sangat lelah setelah seharian bekerja.

Pada acara mabit-mabit sebelumnya, sehari sebelum acara mabit, saya sudah diberitahu, sehingga saya kemudian mempersiapkan diri sejak dini; saya tidur siang dan banyak membaca al-Quran.

Tapi nurani saya membisiki hati saya agar saya mengikuti acara tersebut. Saya membiarkan bisikan itu terus membisiki hati saya. Semakin lama pengaruh bisikan itu semakin besar dalam diri saya. Saya mulai tergerakkan. Saya mengambil air wudhu dan membaca al-Quran sebelum acara mabit berlangsung. Saya berusaha membacanya dengan khusyu sampai saya merasakan ada kekuatan baru dalam diri saya. Rasa lelah itu sedikit demi sedikit mulai sirna pada diri saya. Saya terus merasakan motivasi yang tinggi, sehingga niat saya pun berubah: Saya akan i’tikaf di masjid pada hari ini!

Saya katakan pada istri saya bahwa saya akan berangkat i’tikaf. Istri saya kaget, karena sebelumnya saya mengatakan padanya tidak akan berangkat. Istri saya menasihati saya agar saya tidak memaksakan diri. Saya katakan padanya, insya Allah saya sehat-sehat saja dan masih bisa mengikuti acara tersebut.

Setelah sampai di masjid, saya langsung duduk mendengarkan ceramah Ustadz Sholahuddin, Lc. yang baru dimulai beberapa saat yang lalu. Setelah ceramah itu selesai, saya dan teman-teman membentuk halaqoh-halaqoh kecil untuk mendiskusikan masalah-masalah keagamaan dan keumatan. Satu halaqoh terdiri dari 4-5 orang. Masing-masing kami melontarkan satu permasalahan, setelah itu yang lain memberi komentar. Di halaqoh saya, saya memulai yang pertama. Ini tentang kasus kristenisasi yang terjadi di Cianjur. Banyak orang murtad di sana, padahal di daerah itu masyarakatnya sangat kuat memegang teguh agamanya. Sungguh sangat menyedihkan. Teman-teman mendengarkannya dengan penuh antusias. Di antara mereka ada yang mengomentari dengan nada marah, sedih, dan ada juga yang memberi solusi agar kristenisasi tidak terjadi di daerah-daerah yang lain.

Saya berkata dalam hati, sungguh masih ada orang-orang yang peduli dengan sesama saudaranya, yang kini sudah mulai diambang pemurtadan. Itu pertanda keimanan masih melekat dalam diri mereka. Karena selemah-lemahnya iman adalah menolak setiap bentuk kemungkaran hanya di dalam hati. Setelah itu, tidak ada lagi iman dalam diri seseorang. Saya berkata kepada teman-teman saya, inilah saatnya kita membangkitkan ghirah keimanan kita. Dengan adanya ghirah dalam diri kita, kita akan bergerak dan peduli pada saudara-saudara kita; peduli pada kebenaran dan keadilan.

Acara diskusi kemudian berlanjut. Secara bergantian kami melontarkan satu demi satu permasalahan; masalah Palestina, Islam Liberal, perpolitikan di Indonesia, dan masalah-masalah lainnya.

Acara diskusi berakhir hingga pukul setengah sebelas malam. Kami dipersilahkan untuk beristirahat sampai pukul tiga pagi. Agar saya dapat lebih nyenyak tidur tanpa memikirkan lagi waktu bangun, saya mengaktifkan alarm pada HP saya.

Jam tiga pagi tepat saya bangun, teman-teman sudah mulai ada yang shalat secara munfarid. Sebagian lagi ada yang berwudhu dan sebagian lagi tampak masih terlelap tidur. Setelah beristirahat beberapa jam lamanya, tubuh saya terasa lebih ringan dan bugar, walaupun masih mengantuk.

Usai shalat tahajud, witir, dan membaca al-Quran sampai shalat shubuh, kami mendapatkan siraman ruhani kembali dari Ustadz Sholahuddin. Setelah itu acara pun usai. Sebagian peserta ada yang langsung pulang dan sebagian lagi masih ngobrol termasuk saya. Ngga apa-apa. Saya pikir jarang-jarang bisa kumpul bareng sama teman-teman seperjuangan. Ya, karena masing-masing kami tentu punya kesibukan. Tidak mengapalah mengisi waktu luang untuk sekedar berbagi cerita dan mempererat persahabatan. Sampai jam setengah tujuh pagi semua peserta pun bubar meninggalkan masjid.

Setelah saya sampai di rumah, saya merenung sejenak di dalam kamar. Saya teringat pada kejadian kemarin sebelum saya jadi berangkat mabit, saya begitu sangat lelah. Tapi kelelahan itu dapat dikalahkan oleh niat yang kuat dan semangat yang tinggi. Karena saya yakin bahwa apa yang saya lakukan merupakan amal shalih yang diridhai Allah. Bukankah Allah telah berjanji akan menolong hamba-Nya yang berjuang di jalan-Nya?

Imam Ibnu al-Jauzy menyebutkan dalam kitab Shaidul Khatir, ada seorang tua melakukan perjalanan ke majelis-majelis ilmu berkata, “Barangsiapa yang menginginkan dirinya selalu sehat, maka bertakwalah kepada Allah.”

http://abufarras.blogspot.com

Milis Eramuslim
Dikirim oleh: Abu Farras Mujahid
Rabu, 24 September 2008


Cetak Artikel
  Cetak Artikel